Tanggal 1 Juni sejak lama telah dikenal sebagai hari lahirnya Pancasila. Meskipun memiliki peran penting dalam sejarah Negara Indonesia, tanggal 1 Juni belum ditetapkan sebagai hari libur nasional oleh pemerintah sejak pertama kali Pancasila dicetuskan pada tahun 1945. Baru pada tahun 2016 melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2016, Presiden Joko Widodo menetapkan 1 Juni sebagai Hari Libur Nasional untuk menghormati dan memperingati Hari Lahirnya Pancasila.
Latar Belakang
Berawal dari usaha Kekaisaran Jepang yang mencari simpati dari rakyat Indonesia akibat kekalahan mereka di Perang Pasifik melawan Sekutu, Jepang kemudian membantu Indonesia membentuk sebuah perkumpulan bernama Dokuritsu Junbi Cosakai yang bertujuan untuk merumuskan dasar awal Indonesia sebagai sebuah negara baru.
Berlokasi di Gedung Volksraad, pertemuan ini berlangsung sejak tanggal 28 Mei 1945. Namun hingga 31 Mei 1945 belum ditemukan kesepakatan mengenai dasar negara yang akan digunakan oleh Indonesia. Lalu pada tanggal 1 Juni 1945, Soekarno mendapat giliran berpidato untuk menyampaikan usulannya mengenai dasar negara Indonesia. Soekarno kemudian menawarkan lima prinsip berkehidupan berbangsa yang ia beri nama “Pancasila”. Usulan ini kemudian disetujui secara aklamasi dan pidatonya mengenai Pancasila mendapat julukan “Lahirnya Pancasila” oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat.
Gedung tempat pelaksanaan pertemuan ini kemudian diubah namanya dari Gedung Volksraad menjadi “Gedung Pancasila” sebagai bentuk peringatan disepakatinya bentuk falsafah negara Indonesia.
Tidak banyak yang mengetahui mengenai tempat bersejarah ini. Siapa yang membangunnya? Siapa pemilik awalnya?
Sejarah Awal
Gedung ini awalnya bukan didesain sebagai gedung pertemuan, terlepas dari pemanfaatannya bertahun-tahun setelah dibangun, melainkan sebagai rumah dinas.
Lebih awal, pada abad ke-17, lokasi gedung ini awalnya berdiri sebuah pabrik gula swasta milik pengusaha Cina. Kemudian dialihkan menjadi barak militer oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Gedung Pancasila diperkirakan dibangun pada kisaran tahun 1830 yang didesain oleh seorang arsitek bernama J. Tromp yang juga pernah bertugas untuk merekonstruksi Istana Gubernur Jendral di Buitenzorg (sekarang Bogor). Gaya arsitektur dari gedung ini mengusung gaya neo-klasik yang memiliki tampilan seperti pada bangunan-bangunan di Prancis pada abad ke-17.
Pemilihan gaya ini tidak terlepas dari peran dan pengaruh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels yang mengenalkan gaya arsitektur Neo-Klasik pada rentang tahun 1808 hingga 1811. Bagaimana Daendels membawa arsitektur yang identik dengan Prancis ini tidak mengherankan mengingat ia adalah salah satu orang kepercayaan Napoleon Bonaparte, Kaisar Kerajaan Prancis saat itu. Oleh Daendels, gaya neo klasik ini kemudian dipopulerkan menjadi Indische Empire Style. Keputusan ini kemudian menjelaskan mengapa gedung-gedung lama peninggalan Belanda memiliki gaya arsitektur yang hampir serupa.
Gaya Arsitektur
Arsitektur Neoklasik pertama kali muncul pada abad ke-18 yang berasal dari gerakan neoklasik yang muncul di pertengahan abad ke-18. Gaya arsitektur ini mengadopsi prinsip-prinsip Vitruvian yang dikemukakan oleh Vitruvius, seorang tokoh arsitek dari Italia. Prinsip Vitruvian menegaskan tiga fungsi utama sebuah rumah atau bangunan: firmitas (kesolidan), utilitas (kegunaan), dan venustas (keindahan).
Gaya arsitektur neoklasik memiliki ciri khas seperti:
- Adanya kolom atau tiang-tiang kokoh yang berdiri. Tiang ini difungsikan sebagai penyangga beban bangunan, namun di saat yang sama juga difungsikan sebagai ornamen dari bangunan terkait;
- Bentuk bangunan yang simetris;
- Memiliki penampilan yang rapi, bersih, dan terdapat garis-garis yang memberikan kesan elegan pada fasad bangunan.
Bentuk arsitektur neoklasik juga dapat ditemui pada bangunan-bangunan kuno Yunani. Umumnya bangunan-bangunan ini berbentuk kuil-kuil yang dipercaya sebagai awal mula gaya neoklasik ini terbentuk. Untuk itu, kuil-kuil diklaim sebagai bentuk paling murni dari gaya arsitektur ini.
Pada awal abad ke-19, gambar dan projek dari Etienne-Louis Boullee, seorang arsitek visioner dari Prancis, mempengaruhi banyak arsitektur neoklasik dan kontemporer saat itu. Boullee mempelajari gaya klasik pada abad ke-17 dan turut mengenalkan gaya neoklasik pada pertengahan abad ke-18. Gaya ini kemudian berkembang di Prancis dan memperluas pengaruhnya hingga ke Kerajaan Belanda yang pada rentang waktu itu berada di bawah pengaruh Kerajaan Perancis. Gaya arsitektur ini yang kemudian mempengaruhi bangunan-bangunan dan rumah-rumah Belanda yang berdiri di Indonesia pada masa kolonialisme, tak terkecuali pada bangunan Gedung Pancasila.
Nama Awal dan Peralihan Nama
Di masa pemerintahan Hindia Belanda Gedung Pancasila dikenal dengan nama Gedung Volksraad atau Gedung Perwakilan Rakyat, jika diartikan ke dalam Bahasa Indonesia. Seperti namanya, Volksraad merupakan badan perwakilan dari pribumi dan pedagang agar dapat bekerjasama dalam mempromosikan kepentingan wilayah.
Meskipun berfungsi sebagai gedung pemerintahan, Gedung Volksraad juga menjadi tempat tinggal Panglima Angkatan Darat Kerajaan Hindia Belanda yang bernama Hertog Bernhard. Penempatan Hertog Bernhard di gedung ini juga melatarbelakangi penamaan jalan raya di area berdirinya gedung ini, bernama Jalan Hertog. Selain jalan, taman yang terdapat di area gedung Volksraad dan Jalan Hertog juga mendapatkan penamaan berdasarkan nama Panglima Angkatan Darat tersebut: Hertogpark. Setelah diambil alih oleh Pemerintah Indonesia, Jalan Hertog kemudian berganti nama menjadi Jalan Pejambon.
Pada tahun 1950 setelah Indonesia merdeka dan pemerintah Hindia Belanda mundur dari Indonesia, gedung Volksraad kemudian dialihkan penggunaan dan pengelolaannya kepada Departemen Luar Negeri yang kemudian berganti menjadi Kementrian Luar Negeri untuk digunakan sebagai tempat penggemblengan calon diplomat.
Pada tanggal 1 Juni 1964, sembilan belas tahun sejak Pancasila pertama kali dikenalkan dan disebutkan, Gedung Volksraad yang menjadi tempat lahir dari Pancasila kemudian diberikan nama baru. Sebagai bentuk penghormatan kepada Pancasila yang menjadi falsafah berkehidupan dan dasar dari negara Indonesia, gedung ini kemudian diberi nama Gedung Pancasila.
Meskipun menjadi tempat lahir dan dikenalkannya Pancasila untuk pertama kali; dan memiliki nama Gedung Pancasila, gedung ini belum pernah menjadi tempat pelaksanaan upacara bendera dalam acara kenegaraan apapun, termasuk peringatan Hari Lahirnya Pancasila. Baru pada tanggal 1 Juni 2017, Presiden ketujuh Indonesia, Joko Widodo, memerintahkan agar diadakan upacara peringatan Hari Lahirnya Pancasila tepat di tempat pertama kali Pancasila lahir.
Saat ini, Gedung Pancasila difungsikan sebagai tempat untuk pelaksanaan penandatanganan perjanjian-perjanjian internasila, untuk menjamu kepala negara dan petinggi-petinggi negara tetangga, hingga pertemuan bilateral dan resepsi diplomatik.
Dapatkan Promo Terbaru
Jadilah yang pertama mengetahui informasi terbaru seputar harga, promo, tips rumah, dan informasi lainnya dari Ahsana Tuban. Berlangganan sekarang.